Dengan
Gaya gravitasinya yang sangat spektakuler lubang hitam adalah monster kosmis
tersendiri. Jurang ketiadaan ini bahkan melenyapkan cahaya.
Lubang
hitam (black hole) sering dihubungkan dengan hilangnya benda-benda kosmis
bahkan wahana udara sekalipun, seperti pernah disinggung dalam rubrik ini
berkaitan dengan hilangnya banyak pesawat di Segitiga Bermuda dan Samudera
Atlantik Utara. Pro dan kontra pendapat mengenai hal ini memang tak pernah
surut. Cerita seputar Segitiga Bermuda pun sepertinya tetap misterius, dan
menjadi bahan tulisan yang tidak ada habis-habisnya.
Dalam
bahasan fenomena kali ini, baiklah kita tinjau sedikit apa sebenarnya lubang
hitam atau yang disebut para ilmuwan sebagai singularitas dari bintang redup
yang mengalami keruntuhan gravitasi (gravitational collapse) sempurna ini.
Black-Hole
Bila
ditelusuri istilah lubang hitam, sebenarnya belum lah lama populer. Dua kata
ini pertama kali diangkat oleh fisikawan AS bernama John Archibald Wheeler pada
tahun 1968. Wheeler memberi nama demikian karena singularitas ini tak bisa
dilihat. Mengapa demikian? Penyebabnya tidak lain karena cahaya tak bisa lepas
dari kungkungan gravitasi singularitas yang maha dahsyat ini. Daerah di sekitar
singularitas atau lazimnya disebut sebagai Horizon Peristiwa (radiusnya
dihitung dengan rumus jari-jari Schwarzschild R = 2GM/C2 dimana G = 6,67 x
10-11 Nm2kg-2, M = kg massa lubang hitam, C = cepat rambat cahaya) menjadi
gelap. Itulah sebabnya, wilayah ini disebut sebagai lubang hitam.
Dengan
tidak bisa lepasnya cahaya, serta merta sekilas kita bisa membayangkan sendiri
kira-kira seberapa besar gaya gravitasi dari lubang hitam. Untuk mulai
menghitungnya, ingatlah bahwa cepat rambat cahaya di alam mencapai 300 juta
meter per detik. Masya Allah. Lalu, apalah jadinya bila benar sebuah wahana
buatan manusia tersedot ke dalam lubang hitam? Dalam hitungan sepersejuta detik
saja, tentunya dapat dipastikan wahana tersebut sudah remuk menjadi bubur.
Lebih
dua ratus tahun silam, atau tepatnya pada tahun 1783. pemikiran akan adanya
monster kosmis bersifat melenyapkan benda lainnya ini sebenarnya pernah
dilontarkan oleh seorang pendeta bernama John Mitchell. Mitchell yang kala itu
mencermati teori gravitasi Isaac Newton (1643-1727) berpendapat, bila bumi
punya suatu kecepatan lepas dari Bumi 11 km per detik (sebuah benda yang
dilemparkan tegak lurus ke atas baru akan terlepas dari pengaruh gravitasi bumi
setelah melewati kecepatan ini), tentu ada planet atau bintang lain yang punya
gravitasi lebih besar. Mitchell malah memperkirakan di kosmis terdapat suatu
bintang dengan massa 500 kali matahari yang mampu mencegah lepasnya cahaya dari
permukaannya sendiri.
Lalu,
bagaimana sebenarnya lubang hitam tercipta? Menurut teori evolusi bintang
(lahir, berkembang, dan matinya bintang), buyut dari lubang hitam adalah sebuah
bintang biru. Bintang biru merupakan julukan bagi deret kelompok bintang yang
massanya lebih besar dari 1,4 kali massa matahari. Disebutkan para ahli fisika
kosmis, ketika pembakaran hidrogen di bintang biru mulai usai (kira-kira
memakan waktu 10 juta tahun), ia akan berkontraksi dan memuai menjadi bintang
maha raksasa biru. Selanjutnya, ia akan mendingin menjadi bintang maha raksasa
merah. Dalam fase inilah, akibat tarikan gravitasinya sendiri, bintang maha
raksasa merah mengalami keruntuhan gravitasi menghasilkan ledakan dahsyat atau
biasa disebut sebagai Supernova.
Supernova
ditandai dengan peningkatan kecerahan cahaya hingga miliaran kali cahaya
bintang biasa kemudian melahirkan dua kelas bintang, yakni bintang netron dan
lubang hitam. Bintang netron (disebut juga Pulsar atau bintang denyut) terjadi
bila massa bintang runtuh lebih besar dari 1,4 kali, tapi lebih kecil dari tiga
kali massa matahari. Sementara lubang hitam mempunyai massa bintang runtuh
lebih dari tiga kali massa matahari. Materi pembentuk lubang hitam kemudian
mengalami pengerutan yang tidak dapat mencegah apapun darinya. Bintang menjadi
sangat mampat sampai menjadi suatu titik massa yang kerapatannya tidak
terhingga, yang disebut singularitas tadi.
Di
dalam kaidah fisika, besaran gaya gravitasi berbanding terbalik dengan kuadrat
jarak atau dirumuskan F μ 1/r2. Dari formula inilah kita bisa memahami mengapa
lubang hitam mempunyai gaya gravitasi yang maha dahsyat. Dengan nilai r yang
makin kecil atau mendekati nol, gaya gravitasi akan menjadi tak hingga
besarnya. Para ilmuwan menghitung, seandainya benda bermassa seperti bumi kita
ini akan menjadi lubang hitam, agar gravitasinya mampu mencegah cahaya keluar,
maka benda itu harus dimampatkan menjadi bola berjari-jari 1 cm! (Allahu Akbar,
hanya Tuhan lah yang bisa melakukannya).
Cakram Gas
Dengan
sifatnya yang tidak bisa dilihat, pertanyaan kemudian adalah bagaimana
mendeteksi adanya suatu lubang hitam? Kesempatan yang paling baik untuk
mendeteksinya, diakui para ahli, adalah bila ia merupakan bintang ganda (dua
bintang yang berevolusi dan saling mengelilingi). Lubang hitam akan menyedot
semua materi dan gas-gas hasil ledakan termonuklir bintang di sekitarnya. Dari
gesekan internal, gas-gas yang tersedot itu akan menjadi sangat panas (hingga 2
juta derajat!) dan memancarkan sinar-X. Dari sinar-X inilah para ahli memulai
langkah untuk menjejak lubang hitam.
Pada
12 Desember 1970, AS meluncurkan satelit astronomi kecil (Small Astronomical
Satellite SAS) pendeteksi sinar-X di kosmis bernama Uhuru dari lepas pantai
Kenya. Dari hasil pengamatannya didapatkan bahwa sebuah bintang maha raksasa
biru, yakni HDE226868 yang terletak dalam konstelasi Cygnus (8.000 tahun cahaya
dari bumi) mempunyai pasangan bintang Cygnus X-1, yang tidak dapat dideteksi
secara langsung.
Cygnus
X-1 menampakkan orbitnya berupa gas-gas hasil ledakan termonuklir HDE226868
yang bergerak membentuk sebuah cakram. Cygnus X-1 diperhitungkan berukuran
lebih kecil dari Bumi, tapi memiliki massa enam kali lebih besar dari massa
matahari. Bintang redup ini telah diyakini para ilmuwan sebagai lubang hitam.
Selain Cygnus X-1, Uhuru juga mendapatkan sumber sinar-X kosmis, yakni Cygnus
X-3 dalam konstelasi Centaurus dan Lupus X-1 dalam konstelasi bintang Lupus.
Dua yang disebut terakhir belum dipastikan sebagai lubang hitam, termasuk 339 sumber
sinar-X lainnya yang dideteksi selama 2,5 tahun masa operasi Uhuru.
Eksplorasi
sumber sinar-X di kosmis masih dilanjutkan oleh satelit HEAO (High Energy
Astronomical Observatory) atau Einstein Observatory tahun 1978. Satelit ini
menemukan bintang ganda yang lain dalam konstelasi Circinus, yakni Circinus X-1
serta V861 Scorpii dan GX339-4 dalam konstelasi bintang Scorpius.
Tahun
1999, dengan biaya 2,8 milyar dollar, AS masih meluncurkan teleskop Chandra,
guna menyingkap misteri lubang hitam. The Chandra X-ray Observatory sepanjang
45 kaki milik NASA ini telah berhasil membuat ratusan gambar resolusi tinggi
dan menangkap adanya lompatan-lompatan sinar-X dari pusat galaksi Bima Sakti
berjarak 24. 000 tahun cahaya dari Bumi. Mencengangkan, karena bila memang
benar demikian (lompatan sinar-X itu) menunjukkan adanya sebuah lubang hitam di
jantung Bima Sakti, maka teori Albert Einstein kembali benar. Ia menyatakan,
bahwa di jantung setiap galaksi terdapat lubang hitam!
“Dugaan
semacam itu sungguh sangat dekat dengan kenyataan,” kata Frederick Baganoff
yang memimpin penelitian, September 2001, kepada Reuters di Washington. Para
ilmuwan pun mulai melebarkan pencarian terhadap putaran gas di sekitar
tepi-tepi jurang ketiadaan ini, layaknya mencari pusaran air.
Pencarian
lubang hitam dan kebenaran teori-teori yang mendukungnya memang masih terus
dilakukan para ahli, seiring makin majunya teknologi dan ilmu pengetahuan.
Pertanyaan kemudian, bila lubang hitam bertebaran di kosmis, apakah nanti pada
saat kiamat, monster ini pula yang akan melenyapkan benda-benda jagat raya?