Aridhoprahasti.com, YOGYAKARTA— Sudah hampir genap seminggu MH370 tidak menampakkan batang hidungnya, entah di telan bumi atau hilang di dunia lain, Kasus ini masih menjad misteri, bahkan tak cukup 10 negara membantu pencariannya. Alih-alih kabar dari AS bahwa satelit tercanggih yang di miliki negara adidaya ini tak mampu mendeteksi tanda-tanda MH370 yang kini entah diantah brantah.
Teori pesawat Malaysia Airlines MH370 meledak di udara sebelum menghilang, tampaknya belum terbukti. Pasalnya, satelit mata-mata Amerika Serikat mendeteksi tidak ada satu pun tanda ledakan di udara ketika pesawat Malaysia Airlines kehilangan kontak dengan menara pengawas udara.
Teori pesawat Malaysia Airlines MH370 meledak di udara sebelum menghilang, tampaknya belum terbukti. Pasalnya, satelit mata-mata Amerika Serikat mendeteksi tidak ada satu pun tanda ledakan di udara ketika pesawat Malaysia Airlines kehilangan kontak dengan menara pengawas udara.
Salah seorang pejabat AS yang meminta namanya dirahasiakan mengatakan pemerintah AS pernah menggunakan jaringan satelitnya, untuk mengidentifikasi sinyal panas yang berkaitan dengan ledakan pesawat namun dalam kasus MH370 tidak ditemukan ada ledakan.
Karena alasan itu, maka kapal-kapal perang AS yang bergabung dalam upaya penyelamatan di Laut China Selatan tidak dikirimkan ke satu lokasi tertentu untuk mencari puing-puing pesawat.
"Jika puing-puing itu ditemukan oleh satelit, maka kapal-kapal kami pasti dikirimkan ke titik itu (titik puing pesawat itu ditemukan),” ujarnya.
Saat ini, ada sembilan teori tentang menghilangnya pesawat tersebut, yang membuatnya sampai saat ini belum juga ditemukan.
Saat ini, satu pool satelit-satelit internasional berbagai negara bergabung dalam upaya pencarian pesawat hilang itu dengan saling berbagi citra yang diambil satelit-satelit pengorbit.
Menurut sejarawan intelijen Jeffrey Richelson, satelit antariksa inframerah milik pemerintah AS pernah mendeteksi ledakan pesawat TWA Penerbangan 800 pada 1996 di Samudera Atlantik, beberapa saat setelah lepas landas dari bandara JFK, New York.
Satelit itu, kata Richelson dalam bukunya “America’s Space Sentinels," awalnya dibangun untuk merelai peringatan dini terhadap peluncuran peluru kendali Uni Soviet. Kendati sistem satelit "Defense Support Network" ini dibuat untuk mendeteksi sinyal inframerah dari peluru kendali yang diluncurkan, satelit tersebut "terbukti bermanfaat untuk sejumlah hal seperti dalam mendeteksi pesawat yang terbang pada afterburner (pembakaran ulang), pesawat dalam orbit dan ledakan terestrial/atmosferik, jika intensitasnya cukup,” kata Richelson.
Satelit itu selama ini telah mendeteksi tabrakan di udara di atas Grand Canyon, kecelakaan sebuah jet tempur siluman, kecelakaan pesawat tempur A-10 dan tabrakan antara pesawat AS dengan pesawat Jerman di lepas pantai Afrika pada 1997. (Antara)
BACA JUGA:
http://aridhoprahasti.blogspot.com/2014/02/menulis-1-artikel-dibayar-1-dollar.html
BACA JUGA:
http://aridhoprahasti.blogspot.com/2014/02/menulis-1-artikel-dibayar-1-dollar.html