7 langkah menjadi direktur pada umur kurang dari 40 tahun
“…Mac Arthur dalam sebuah quotenya pernah berkata bahwa untuk menjadi seorang Jendral Besar, seseorang harus lahir sekitar tahun 1880-an, menjadi perwira menengah dalam perang dunia I dan kemudian perwira tinggi di perang dunia kedua. Jendral besar perang pasific Amerika ini pun mengakui sendiri bahwa ada banyak perwira yang jauh lebih baik dari pada dirinya namun tewas ditangan peluru musuh, jauh sebelum dia menjadi besar…”
Persis sehari setelah saya pulang dari Timika tetangga saya bercerita tentang Dian Siswarini. Ibu dengan tiga anak yang baru berusia 39 tahun ini terpilih dalam RUPS XL di Ritz Carlton sebagai Direktur Network membawahi ratusan Telco engineer, disebuah dunia yang identik dengan laki-laki. Saya tertarik untuk mengupas strategi dan sepak terjang ibu yang sempat membuat heboh karena prestasi kenaikannya dikaitkan dengan Hari Kartini 21 April yang lalu.
Topik ini saya buat umum namun saya batasi dengan definisi sebagai berikut:
Direktur adalah pimpinan, C level (Chief Level) sebuah perusahaan terbuka (Tbk) atau Transnational atau Multinational atau dengan international rate atau kapitalisasi lebih dari $ 1M. Jadi asumsing C level yang saya bahas disini sudah punya rate > 100 juta perbulan. Gosipnya sih Bu Dian kena Rp 200 juta.
Direktur adalah pimpinan, C level (Chief Level) sebuah perusahaan terbuka (Tbk) atau Transnational atau Multinational atau dengan international rate atau kapitalisasi lebih dari $ 1M. Jadi asumsing C level yang saya bahas disini sudah punya rate > 100 juta perbulan. Gosipnya sih Bu Dian kena Rp 200 juta.
Karir path yang dibahas disini adalah from employee to executive. Jadi disini tidak akan dibahas Michael Sampoerna yang umur 26 tahun sudah jadi Raja Kretek, atau model Agus Martowardojo yang kental dengan political drivennya pemerintah, atau model kutu loncat cross industri macem Arwin Rasyid atau Widya Purnama. Path disini adalah dari buruh rise to the top.
Sebagai bahan diskusi, mari kita lihat screen shoot perjalan karir ibu ini:
Dian Siswarini
1968 (00th): 5 Mei 1968
1991 (23th): Lulus Elektro ITB
1991 (23th): PT Citra Sari Makmur (CSM), Engineer – Supervisor
1994 (26th): PT Satelindo, Supervisor
1996 (28th): PT Excelcom (XL), Senior Engineer
1997 (29th): XL, Manager Network Design & Engineering
2005 (37th): XL, Vice President Network
2007 (39th): Network Director XL
Sumber: Bisnis Indonesia
Dian Siswarini
1968 (00th): 5 Mei 1968
1991 (23th): Lulus Elektro ITB
1991 (23th): PT Citra Sari Makmur (CSM), Engineer – Supervisor
1994 (26th): PT Satelindo, Supervisor
1996 (28th): PT Excelcom (XL), Senior Engineer
1997 (29th): XL, Manager Network Design & Engineering
2005 (37th): XL, Vice President Network
2007 (39th): Network Director XL
Sumber: Bisnis Indonesia
Kalau kita lihat pathnya sebenarnya apa yang Dian Siswarini jalani adalah industrial standard. Jargon ini yang akan selalu dipakai orang HR yang akan bilang bahwa companynya adalah equal employeer, valuenya bagus dll ala HR dept. Padahal kalau kita lihat apa yang sedang terjadi didalamnya mungkin sangat jauh lebih kompleks. Kalau kita analisa, maka langkah yang harus kita tempuh adalah:
1. Lahir pada saat yang tepat.
Seperti Mac Arthur bilang, Dian juga lahir pada tahun 60an akhir, lulus ketika embrio Telco/Seluler mulai menggeliat. Dan dewasa ketika XL baru berumur satu tahun. See, jadi kalau mungkin boleh meramalkan Senior Engineer yang masuk Telco baru saat ini punya kesempatan to the top level dengan sangat mudah.
Seperti Mac Arthur bilang, Dian juga lahir pada tahun 60an akhir, lulus ketika embrio Telco/Seluler mulai menggeliat. Dan dewasa ketika XL baru berumur satu tahun. See, jadi kalau mungkin boleh meramalkan Senior Engineer yang masuk Telco baru saat ini punya kesempatan to the top level dengan sangat mudah.
2. Punya mentor yang tepat.karena tidak mungkin Arthur tanpa Merlin, begitu juga tidak mungkin Dian dapat menjadi seperti sekarang tanpa mentor yang tepat: Muhammad (Danny) Buldansyah, orang ini juga lulusan ITB tahun 1988, 3 tahun sebelum Dian lulus, yang tahun 2005 menjadi Direktur Network XL posisi yang 2 tahun kemudian ditempati Dian. Danny sekarang menjadi Direktur Network di Esia.
Danny dalam perjalanan pun tidak kalah dramatis dibandingkan Dian, sebagai ‘orangnya’ Lucent (AT&T). Danny membawa sepasukan orang Lucent untuk bekerja di XL. Kenaikan posisi Danny tentunya diikuti dengan kenaikan kliknya.
3. Punya musuh yang tepat.
“..There is no bad publication, its publication..” Seorang pemimpin pastinya tidak lepas dari gosip. Musuh bisa berarti gosip, bisa berarti kesempatan ‘dari keburukan pemimpin sebelumnya’. Musuh ini bisa dibuat, bisa juga datang dengan sendirinya, bisa jadi rekayasa, bisa jadi karena siapapun butuh pahlawan.
“..There is no bad publication, its publication..” Seorang pemimpin pastinya tidak lepas dari gosip. Musuh bisa berarti gosip, bisa berarti kesempatan ‘dari keburukan pemimpin sebelumnya’. Musuh ini bisa dibuat, bisa juga datang dengan sendirinya, bisa jadi rekayasa, bisa jadi karena siapapun butuh pahlawan.
4. Punya path yang ajaib
Ketika lulus, Dian bekerja di CSM, sebuah perusahaan jasa satelit. CSM sendiri merupakan satellite network provider pertama dan terbesar di indonesia. Ditempat ini Dian bisa meraih posisi supervisor pertamanya, kemudian masuk ke Satelindo dan akhirnya Network Planning di XL. Sudah rahasia umum bahwa kasta tertinggi adalah planning, disusul operation dan kemudian support.
Ketika lulus, Dian bekerja di CSM, sebuah perusahaan jasa satelit. CSM sendiri merupakan satellite network provider pertama dan terbesar di indonesia. Ditempat ini Dian bisa meraih posisi supervisor pertamanya, kemudian masuk ke Satelindo dan akhirnya Network Planning di XL. Sudah rahasia umum bahwa kasta tertinggi adalah planning, disusul operation dan kemudian support.
5. Bekerja diperusahaan yang sedang ‘tumbuh’ dan ‘kisruh’
XL pertama kali berdiri di tanah Mega Kuningan -yang konon disokong Tommy Winata-, dibangun oleh Group Bentoel (Peter Sondakh, Group Rajawali, Sheraton, Taxi Express), kisruh sana sini pergantian kepemilikan ke Telkom Malaysia. Dan segudang pergerakan lain di level management.
XL pertama kali berdiri di tanah Mega Kuningan -yang konon disokong Tommy Winata-, dibangun oleh Group Bentoel (Peter Sondakh, Group Rajawali, Sheraton, Taxi Express), kisruh sana sini pergantian kepemilikan ke Telkom Malaysia. Dan segudang pergerakan lain di level management.
Perusahaan yang dinamis (turn over tinggi), high risk dan sebangsanya memungkinkan peralihan kekuasaan dengan sangat cepat. Bedakan dengan Baihaqi Hakim-nya Caltex yang dengan tenang, dalam industri yang sudah stabil. Telco pada waktu itu memberikan kesempatan yang sangat luas. Entah apa jadinya kalau tidak ada perubahan kepemilikan pada XL.
6. Manager before 30
Sebagaimana Mac Arthur bilang harus sudah menjadi perwira muda pada saat perang dunia pertama. Seorang C Level juga harus menjadi manager pada usia kurang dari 30 tahun. Seperti HSBC yang tidak akan pernah mengangkat staffnya menjadi manager bila ia gagal pada usia 30. Seorang calon C Level harus paham betul mengenai strategi ini.
Sebagaimana Mac Arthur bilang harus sudah menjadi perwira muda pada saat perang dunia pertama. Seorang C Level juga harus menjadi manager pada usia kurang dari 30 tahun. Seperti HSBC yang tidak akan pernah mengangkat staffnya menjadi manager bila ia gagal pada usia 30. Seorang calon C Level harus paham betul mengenai strategi ini.
Beberapa perusahaan mature saat ini memiliki posisi manager yang sangat mustahil untuk digeser. Bila Dian terjebak dalam posisi seperti itu tentunya dia tidak akan memiliki karir gemilang seperti ini.
Ada yang ingin menambahkan? dalam posisi dipuncak seperti sekarang sangat mungkin Dian pindah ke Telco/Operator lain yang lebih mature, seperti Telkom misalnya. Padahal hampir tidak mustahil Dian bisa sampai dipuncak bila mengawali tahun freshgradnya di Telkom
Any other insight?
Next topic would be: Irfan Setiaputra, Country Managing Cisco Indonesia. Informatika ITB 1st batch, grads 1989
Next topic would be: Irfan Setiaputra, Country Managing Cisco Indonesia. Informatika ITB 1st batch, grads 1989
Anyway, happy b’day bu Dian